Minggu, 30 Januari 2011

perbedaan antara data dan fakta

Data dan fakta

Sebenarnya, perbedaan data dan fakta tidaklah sesederhana itu.Secara etimologis, sebagaimana dikemukakan Ignas Kleden (dalam ”Fakta dan Fiksi tentang Fakta dan Fiksi: Imajinasi dalam Sastra dan Ilmu Sosial”,Kalam Nomor 11/1998), data adalah istilah Latin yang persis sama makna dan bentuknya dengan kata given dalam bahasa Inggris.

Jadi, data (sebagai bentuk majemuk dari kata datum) mempunyai arti ”sesuatu yang diberikan”. Permasalahannya adalah: diberikanolehpihakmanadankepadasiapa? Dalam kaitan inilah terjadi bias positivisme karena sesuatu dianggap data apabila suatu kenyataan diberikan alam kepada indra manusia. Kemudian,apa yang disebut dengan fakta? Kata fakta berasal dari bahasa Latin faktum yang berkesesuaian dengan bahasa Inggris done (dilakukan). Jadi, sesuatu menjadi fakta kalau dia mampu merujuk pada tindakan yang menghasilkannya.

Fakta merupakan hasil tindakan manusia sebagai homo agensatau makhluk yang bertindak dan berbuat.Dengan ringkas dapat diberikan kesimpulan bahwa baik data maupun fakta selalu berkaitan dengan indra manusia. Data diterima oleh indra manusia, sedangkan fakta dilakukan melalui indra manusia. Melalui pemahaman ini, sudah sewajarnya bila dimengerti bahwa fakta mengenai kemiskinan merupakan proses yang akan terus berjalan (ongoing process).

Kesadaran kritis, magic dan naif

Perbedaan Antara kesadaran Kritis,
Magis dan Dinamis

Kesadaran Magis merupakan jenis kesadaran paling determinis. Seorang manusia tidak mampu memahami realitas sekaligus dirinya sendiri. Bahkan dalam menghadapi kehidupan sehari-harinya ia lebih percaya pada kekuatan taqdir yang telah menentukan. Bahwa ia harus hidup miskin, bodoh, terbelakang dan sebagainya adalah suatu “suratan taqdir” yang tidak bisa diganggu gugat.
Kesadaran Naif adalah jenis kesadaran yang sedikit berada di atas tingkatan-nya dibanding dengan sebelumnya. Kesadaran naif dalam diri manusia baru sebatas mengerti namun kurang bisa menganalisa persoalan-persoalan sosial yang berkaitan dengan unsur-unsur yang mendukung suatu problem sosial. Ia baru sekedar mengerti bahwa dirinya itu tertindas, terbelakang dan itu tidak lazim. Hanya saja kurang mampu untuk memetakan secara sistematis persoalan-persoalan yang mendukung suatu problem sosial itu. Apalagi untuk mengajukan suatu tawaran solusi dari problem sosial.

Kesadaran Kritis adalah jenis paling ideal di antara jenis kesadaran sebelumnya. Kesadaran kritis bersifat analitis sekaligus praksis. Seseorang itu mampu memahami persoalan sosial mulai dari pemetaan masalah, identifikasi serta mampu menentukan unsur-unsur yang mempengaruhinya. Disamping itu ia mampu menawarkan solusi-solusi alternatif dari suatu problem sosial. sebuah kesadaran yang melihat adanya keterkaitan antara ideologi dan struktur sosial sebagai akar masalah.
Contohnya film-film yang dibintangi Robin Williams, film-film dokumentasi anti perang, anti kapitalis (karya John Pilger; The New Rulers of the World), anti rasis, anti diskriminasi gender, membangkitkan semangat perlawanan rakyat. Di Indonesia dapat dikenali pada mass grave, yang mendokumentasikan kekejaman rejim orba terhadap rakyat yang dituduh komunis, 2.5 Billion for The State yang bertutur tentang ketertindasan dan perjuangan buruh migran di Hongkong, Upeti untuk Punggawa dan Nasi Basi untuk Kawula, film ini mendokumentasikan praktik-praktik korupsi sehari-hari yang dilakukan oleh aparat kepolisian dan tentara sebagai penjaga dari struktur negara dan kapital yang tidak berpihak pada rakyat kecil.

Kesadaran Transformative adalah puncak dari kesadaran kritis. Dalam istilah lain kesadaran ini adalah “kesadarannya kesadaran” (the conscie of the consciousness). Orang makin praksis dalam merumuskan suatu persoalan. Antara ide, perkataan dan tindakan serta progresifitas dalam posisi seimbang. Kesadaran transformative akan menjadikan manusia itu betul-betul dalam derajat sebagai manusia yang sempurna.
Setelah melewati proses penyadaran, pendidikan akan mampu membebaskan manusia dari belenggu hidup manusia. Dalam proses akhir ini, pendidikan akan membebaskan manusia sekaligus mengembalikan pada potensi-potensi fitri. Arti “kebebasan” (liberation) adalah pembebasan manusia dari belenggu-belenggu penindasan yang menghambat kehidupan secara lazim.

Dalam hal ini proses pembebasan memiliki indikasi seperti; optimisme, resistent dan kritis. Sikap optimis inilah yang membangun manusia sebagai sosok yang penuh harapan. Adapun sikap resistent adalah karakter manusia yang paling dasar ketika mendapatkan tekanan-tekanan baik secara fisik maupun psikis dari penguasa. Sedangkan sikap kritis merupakan manifestasi dari sikap seseorang yang mampu memahami kondisi sosial serta dirinya dalam pergumulan secara langsung dengan manusia lain.

Selasa, 25 Januari 2011

Sejarah perkembangan Madhab dalam fiqh

• Keadaan para sahabat setelah rasulullah wafat.
Setelah rasulullah saw wafat, tampilah para sahabat yang telah memiliki ilmu yang dalam dan mengenal fiqih untuk memeberikan fatwa kepada umat islam dan membentuk hukum. Hal itu karena merekalah yang paling lama bergaul dengan rasulullah saw. Dan telah memahami al-Qur’an serta hukum-hukumnya. Dari mereka pulalah keluar fatwa mengenai peristiwa yang bermacam-macam. Para mufti dari kalangan tabi’in dan tabi’it tabi’in telah memperhatikan periwayatan dan pentakwilan fatwa-fatwa mereka. Di antara mereka ada yang mengodifikasikannyabersama sunnah-sunnah rasul, sehingga fatwa-fatwa mereka dianggap sumber-sumber pembentukan hukum yang disamakan dengan nash. Bahkan seorang mujtahid harus mengembalikan permasalahn kepada fatwa mereka sebelum kembali kepada qiyas, kecuali kalau hanya pendapat perseorangan yang bersifat ijtihadi bukan atas nama umat islam.
• Kehujjahan mazdhab shahaby dan pandangan para ulama’
Dari uraian di atas, tidak diragukan lagi bahwa pendapat para sahabat dianggap sebagai hujjah bagi umat islam, terutama dalam hal-hal yang tidak bisa dijangkau akal. Karena pendapat mereka bersumber langsung dari rasulullah saw seperti ucapan aisya; “tidakkah berdiam kandungan itu dalam perut ibunya lebih dari dua tahun, menurut kadar ukuran yang dapat mengubah bayangan alat tenun”.
Keterangan di atas tidaklah sah untu8k dijadikan lapangan ijtihad dan pendapat, namun karena sumbernya benar-benar dari rasulullah saw maka dianggap sebagai sunnah meskipun pada zahirnya merupakan ucapan sahabat.
Pendapat sahabat yang tidak bertentangan dengan sahabt lain bisa dijadikan hujjah oleh umat islam. Hal ini karena kesepakatan mereka terhadap hukum sangat berdekatan dengan zaman rasulullah saw. Mereka juga mengetahui tentang rahasia-rahasia syari’at dan kejadian-kejadian lain yang bersumber dari dalil-dalil qath’i. seperti kesepakatan mereka atas pembagian waris untuk nenek yang mendaoat bagian seperenam. Ketentuan tersebut wajib diikuti karena tidak diketahui adanya perselisihan dari umat islam.
Adanya perselisihan biasanya terjadi pada ucapan sahabat yang keluar dari pendapatnya sendiri sebelum ada kesepakatan dari sahabat yang lain. Abu hanifah menyetujui pernyataan tersebut dan berkata “apabila sya tidak mendapatkan hukum dalam al-Qur’an dan sunnah, saya mengambil pendapat para sahabat yang sya kehendaki dan saya meninggalkan pendapat orang yang tidak saya kehendaki. Namun, saya tidak keluar dari pendapat mereka yang sesuai dengan yang lainnya.
Dengan demikian, abu hanifah tidak memandang bahwa pendapat seorang saahabt itu sebagai hujjah karena dia bisa mengambil pendapat mereka yang mereka kehendaki, namun dia tidak memperkenankan untuk menentang pendapat-pendapat mereka secara keseluruhan. Dia tidak memperkenankan adanya qiyas terhadap suatu peristiwa, bahkan dia mengambil cara nasakh (menghapus/menghilangkan) terhadap berbagai pendapat yang terjadi di antara mereka.
Menurut abu hanifah, perselisihan antara dua orang sahabat mengenai hukum suatu kejadian sehingga terdapat dua pendapat, bisa dikatakan ijma’ diantara keduanya. Maka kalu keluar dari pendapat mereka secara keseluruhan berarti telah keluar dari ijma’ mereka.
Sedangkan imam syafi’I berpendapat bahwa pendapat orang tertentu di kalangan sahabat tidak dipandang sebagai hujjah, bahkan beliau memperkenankan untuk menentang pendapat mereka secara keseluruhan dan melakukan ijtihad untuk mengistinbad pendapat lain. Dengan alas an bahwa pendapat mereka adalah pendapat ijtihadi secara perseorangan dari orang yang tidak ma’sum (tidak terjaga dari dosa).
Selain itu para sahabat juga dibolehkan menentang sahabat lainnya. Dengan demikian, para mujtahid juga dibolehkan menentang pendapat mereka. Maka tidaklah aneh jika imam syafi’I melarang untuk menetapakn hukum atau member fatwa, kecuali dari kitab dan sunnah atau dari pendapat yang disepakati oleh para ulama’ dan tidak terdapat perselisihan di antara mereka, atau menggunakan qiyas pada sebagiannya.

Minggu, 23 Januari 2011

Apa itu Postmodernisme

Mengenal apa itu Postmodernisme ?

Postmodernisme adalah lawan dari modernisme yang dianggap tidak berhasil mengangkat martabat manusia (Filsuf Perancis Jean Francois lyotard).
Postmodernisme adalah pengembangan dari modernitas itu sendiri. Postmodernisme adalah aliran pemikiran dan paradigma baru yang merupakan antitesis dari modernisme yang dinilai gagal dan tidak relevan dengan perkembangan zaman.
Masih banyak definisi-definisi lain ttg postmodernisme . Namun substansinya bermuara sama bahwa postmodernisme mengkritik modernisme yang tidak memberikan implikasi kesejahteraan.
Sejarah postmodernisme
1. Modernisme

Dipicu oleh gerakan humanisme Italia abad ke-14 M, Renaisans lahir sebagai jawaban terhadap kejumudan dan kebekuan pemikiran abad pertengahan. Renaisans yang berarti kelahiran kembali, membawa semangat pembebasan dari dogma agama yang beku selama abad pertengahan; keberanian menerima dan menghadapi dunia nyata; keyakinan menemukan kebenaran dengan kemampuan sendiri; kebangkitan mempelajari kembali sastra dan budaya klasik; serta keinginan mengangkat harkat dan martabat manusia (Harun Hadiwijono, 1994: 11-12). Makna penting Renaisans dalam sejarah filsafat Barat adalah peranannya sebagai tempat persemaian benih Pencerahan abad ke-18 M yang menjadi embrio kebudayaan modern.
Seorang filsuf besar yang menjejakkan pengaruhnya pada masa ini adalah Rene Descartes, Bapak Rasionalisme, sekaligus arsitek utama filsafat modern. Dengan mengadopsi dan mensintesakan pemikiran filsuf-filsuf sebelumnya, Descartes berambisi membangun metode pengetahuan yang berlaku untuk setiap bentuk pengetahuan. Menurutnya, kepastian kebenaran dapat diperoleh melalui strategi kesangsian metodis.
Kant dengan ide-ide absolut yang sudah terberi (kategori). Hegel dengan filsafat identitas (idealisme absolut) (Ahmad Sahal, 1994: 13). Konstruksi kebudayaan modern kemudian tegak berdiri dengan prinsip-prinsip rasio, subjek, identitas, ego, totalitas, ide-ide absolut, kemajuan linear, objektivitas, otonomi, emansipasi serta oposisi biner.
Sejarah pemikiran dan kebudayaan yang dibangun di atas prinsip-prinsip modernitas selanjutnya merasuk ke berbagai bidang kehidupan. Seni modern hadir sebagai kekuatan emansipatoris yang menghantar manusia pada realitas baru. (Awuy, 1995: 41). Sementara itu dalam dunia ilmu dan kebudayaan, modernitas ditandai dengan berkembangnya teknologi yang sangat pesat, penemuan teori-teori fisika kontemporer, kejayaan kapitalisme lanjut, konsumerisme, merebaknya budaya massa, budaya populer, maraknya industri informasi televisi, koran, iklan, film, internet berkembangnya konsep nation-state (negara-bangsa), demokratisasi dan pluralisme.
Namun dalam penampilannya yang mutakhir tersebut, modernisme mulai menampakkan jati dirinya yang sesungguhnya: penuh kontradiksi, ideologis dan justru melahirkan berbagai patologi modernisme. Modernisme inilah yang telah mencapai status hegemonis semenjak kemenangan Amerika dan para sekutunya dalam Perang Dunia II (Ariel Heryanto, 1994: 80), yakni modernisme yang tidak lagi kaya watak seperti saat awal kelahirannya, namun modernisme yang bercorak monoton, positivistik, teknosentris dan rasionalistik; modernisme yang yakin secara fanatik pada kemajuan sejarah linear, kebenaran ilmiah yang mutlak, kecanggihan rekayasa masyarakat yang diidealkan, serta pembakuan secara ketat pengetahuan dan sistem produksi.
Unsur-unsur utama modernisme: rasio, ilmu dan antropomorphisme, justru menyebabkan reduksi dan totalisasi hakekat manusia. Memang benar, di satu sisi modernisme telah memberikan sumbangannya terhadap bangunan kebudayaan manusia dengan paham otonomi subjek, kemajuan teknologi, industrialisasi, penyebaran informasi, penegakan HAM serta demokratisasi. Namun di sisi lain, modernisme juga telah menyebabkan lahirnya berbagai patologi: dehumanisasi, alienasi, diskriminasi, rasisme, pengangguran, jurang perbedaan kaya dan miskin, materialisme, konsumerisme, dua kali Perang Dunia, ancaman nuklir dan hegemoni budaya serta ekonomi. Berbagai patologi inilah yang menjadi alasan penting gugatan pemikiran postmodernisme terhadap modernisme.

2. Lahirnya postmodernisme

Terutama dalam dunia filsafat, postmodernisme mendapatkan pendasaran ontologis dan epistemologis, melalui pemikiran Jean Francois Lyotard seorang filsuf Perancis. Lewat bukunya yang merupakan laporan penelitian kondisi masyarakat komputerisasi di Quebec, Kanada, The Postmodern Condition: A Report on Knowledge (1984), Lyotard secara radikal menolak ide dasar filsafat modern semenjak era Renaisans hingga sekarang yang dilegitimasikan oleh prinsip kesatuan ontologis (Awuy, 1995: 158). Menurut Lyotard, dalam dunia yang sangat dipengaruhi oleh kemajuan teknologi, prinsip kesatuan ontologis sudah tidak relevan lagi. Kekuasaan telah dibagi-bagi dan tersebar berkat demokratisasi teknologi. Karena itu prinsip kesatuan ontologis harus di delegitimasi dengan prinsip paralogi. Paralogi berarti prinsip yang menerima keberagaman realitas, unsur, permainan dengan logikanya masing-masing tanpa harus saling menindas atau menguasai (Awuy, 1995: 161). Persis permainan catur, dimana setiap bidak memiliki aturan dan langkah tersendiri, tanpa harus mengganggu langkah bidak lain. Kondisi ini, seperti dikatakan Susan Sontag seorang kritikus seni merupakan indikasi lahirnya sensibilitas baru: yakni sebuah kesadaran akan kemajemukan, bermain dan menikmati realitas secara bersama-sama, tanpa ngotot untuk menang atau menaklukan realitas lain (Lash, 1990: 234).
Dari beberapa pendapat tersebut di atas, dapat dipahami bahwa teoritisi postmodern menawarkan intermediasi dari determinasi, perbedaan (diversity) daripada persatuan (unity), perbedaan daripada sintesis dan kompleksitas daripada simplikasi.
Tokoh-tokoh postmodernisme selain Jean Francois lyotard adalah : Jacques Derrida, Ricard Rorty, Michel Foucoult.
Ciri terpenting dari postmodernisme adalah relativisme dan mengakui pluralitas dan keanekaragaman lokal.
Dalam perspektif filosofis, istilah postmodernisme baru digunakan pada tahun 1979, bukan didorong oleh postmodern di eropa yang dilatar belakangi dunia arsitektur, melainkan di rangsang oleh diskusi sosiologis masyarakat postindustri di Amerika Utara. Dalam laporan lyotard ke Dewan Universitas Quebec tentang perubahan-perubahan di bidang ilmu pengetahuan pada masyarakat industri maju di eropa karena kemajuan teknologi informasi baru (Lihat : Jurnal Filsafat 1990 hal 09-10).